Senin, 26 Oktober 2009

Fauzi Baadilah Mengejar Matahari, Archigowes cukup Mengejar PELANGI













10 Oktober 2009, 12.00 wib setelah persiapan yang alakadarnya, 4 orang tim archigowes yaitu kocu, jojox, mukti, dan bro mulai mengayuh sepeda menuju stasiun lempuyangan. Berharap bisa menaikan sepeda ke dalam kereta, ternyata sepeda kami tidak diijinkan masuk. Kami tak menyerah, stasiun tugu juga kami datangi dan hasilnya juga sia-sia. Akhirnya kami memutuskan untuk menggenjot sepeda kami langsung menuju TAWANG MANGU.

Teriknya sinar matahari siang itu sebagai akibat dari angin siklon pasifik memaksa kami beristirahat cukup lama di candi Prambanan sambil menunggu datangnya miss universe. Tak pelak, 9 gelas air dan 6 mangkok mie ayam-bakso masuk ke dalam perut kami. 03.00 perjalanan dilanjutkan kembali baru beberapa kilo menggenjot, daerah klaten diguyur hujan gerimis dan menciptakan PELANGI yang sangat indah. Jadilah tim ARCHI GOWES mengejar PELANGI berharap bertemu BIDADARI yang sedang MANDI. 20.00 kami beristirahat di galabo menikmati suasana malam minggu di kota SOLO. setelah cukup puas thethek di galabo, 21.00 kami meneruskan perjalan menuju Karang Anyar dan berhenti di POLRES Karang Anyar untuk numpang bermalam. Setelah meninggalkan identitas diri di pos jaga, kami diijinkan tidur di mushola Polres. Baru 3 jam terlelap, kami harus mulai mengayuh sepeda kami lagi agar dapat tiba di Tawang Mangu sebelum siang. Jalan yang gelap membuat tanjakan sedikit tersamar sehingga tidak mengganggu kondisi mental kami. Setelah fajar menyingsing, barulah tanjakan yang tiada henti mulai terlihat dan membuat mental kami sedikit terusik. Saat sedang melawan tanjakan mengular yang berat, tiba-tiba kami disusul dari belakang oleh 4 pria setengah baya "simbah-simbah". Sesuatu yang begitu kontras terjadi antara kami yang susah payah melawan tanjakan dengan sekelompok simbah-simbah yang dengan entengnya melewati tanjakan bagaikan melewati turunan. Salah satu dari simbah-simbah tersebut memberikan petuah "Mas, gir ngarep nganggo sing paling gedhe ben cepet le tekan, nek mung ngono kuwi 3 tahun lagi tekan". Mendengar petuah tersebut, motivasi kami seakan-akan terpecut "Mosok karo simbah-simbah wae kalah???". Namun apa boleh dikata, motivasi yang besar belum diiringi kemampuan yang mumpuni sehingga kami hanya bisa berjalan pelan-pelan "alon-alon waton kelakon" kata orang bijak. 10.00 setelah berjuang melewat jalan menanjak tiada hentinya, kami akhirnya tiba di tujuan "villa pondok indah". Di sana kami bertemu dengan ONTA, salah satu anggota ArchiGowes yang kebetulan sedang ada acara keluarga disana. 14.00 kami memulai perjalan pulang ke Yogyakarta setelah puas menikmati indahnya air terjun Grojogan Sewu dan bertemu dengan "teman-teman" (munyuk-red). Ngelak, ngelih, ngelu adalah kata yang tepat untuk menggambarkan suasana hati kami dalam perjalanan pulang. Akhirnya pukul 23.00 kami tiba di kampus Arsitektur UGM dengan selamat.

Begitulah kisah perjalanan kali ini, Mengejar Pelangi hingga Grojogan Sewu dan hanya dapat bertemu degan segerombolan MUNYUK.

Pagi harinya kami dikejutkan dengan hilangnya 2 sepeda anggota tim archi gowes yaitu jojox dan dhoni. "JANGKRIK, kesele jogja-tawangmangu durung ilang malah pit wis ilang ndhisikan" kata jojox. Jangan menyerah kawan, teruslah kayuh sepedamu!!!! (eh, pit e kan wis ra ana, opo sing arep digenjot????......ahahahahahhhhh....)

Senin, 10 Agustus 2009

MENDUT “Perjalanan Spiritual : Masjid, Sendang Sono, Candi Mendut”






Bertepatan dengan hari raya waisak, kali ini tim archi gowes mengayuh sepeda dengan tujuan candi mendut dan Borobudur (tempat dilaksanakannya acara waisak).

18.00 setelah mendukung tim futsal putri archi kami memulai genjotan pertama dari kampus. Eki, Dhoni, Enje, Kocu, Bro, Jojox, Mukti, Babay dan satu orang yang tidak boleh disebutkan namanya mulai menyisir selokan mataram, menembus kegelapan malam, dan juga menerjang hujan gerimis. Saat menyisir selokan mataram terjadi insiden 2 orang jatuh tersungkur sehingga kami memutuskan untuk istirahat sebentar dan beribadah di sebuah masjid daerah Sayegan. Pucuk dicinta ulam pun tiba, sehabis beristirahat kami “diampirke” oleh warga sekitar yang ternyata adalah orang tua dari Rama teman satu kampus kami, Teman orang tua nak Bram, Kakak Tetangga nak Wisnu. Setelah berbincang cukup lama sambil disuguhi secangkir kopi panas komplit dengan makanan, kami berpamitan melanjutkan perjalanan menuju sendang sono. Baru nggenjot “sakplinthengan” kami bertemu dengan rombongan Pak Djo sekitar 20an orang yang juga bertujuan ke Sendang Sono. Dari sini perjalanan semakin meriah saja sehingga tanpa terasa kami telah sampai ditujuan. Kami tidur beralaskan bumi dan beratap langit dan berselimut sarung. Mbeeeerrrrrr adalah perasaan kami saat itu. Esoknya setelah membersihkan diri, kami melanjutkan perjalanan menuju Candi Mendut dan Borobodur dan bertemu dengan beberapa teman kami yang sedang hunting foto dalam acara waisak tersebut. 14.00 kami memutuskan untuk pulang agar tidak terlalu malam tiba di kampus. Di perjalanan pulang, si Bro jatuh ke dalam sawah saat sedang beraksi menaklukan medan offroad selokan tak pelak hal tersebut mengundang gelak tawa tim archi gowes lainnya. Berharap mendapatkan bantuan “logistik”, kami mampir lagi di rumah Rama. Harapan kami ternyata berbuah juga, sepiring magelangan dan segelas teh anget masuk ke dalam perut kami. Setelah tenaga kami pulih, kami berpamitan pulang dan tak lupa mengucapkan terima kasih kepada Rama sekeluarga. 20.00 kami akhirnya tiba di kampus tercinta….

Begitulah kisah perjalanan spiritual kami….

PARANGTRITIS “Sunset Tak Sempat, Sunrise pun Tak Terlihat”







Gagal yang menyenangkan adalah ungkapan yang tepat menggambarkan perjalanan kami ke parangtritis. Apa boleh buat, SUNSET TAK SEMPAT, SUNRISE PUN TAK TERLIHAT…. Namun pemandangan yang luar biasa indah mampu menggantikan momen-momen tersebut. Ya, “laut australi” yang biru berpadu dengan hijaunya bukit-bukit di sekitar parangtritis menjadi kombinasi yang sangat menakjubkan apalagi hal tersebut didapat dengan perjuangan yang cukup berat. Begini saudara ceritanya, mau dengar tidak, dengarkan saja….

17.00 tim archi gowes (Jojox, Kocu, Babay, Mukti, Dhoni, Eqi, Gigih, Bro, dan satu orang yang tidak boleh disebutkan namanya) mulai start dari kampus, terlambat 2 jam dari rencana awal pukul 15.00. Inilah yang membuat kami gagal melihat sunset di parangtritis, tapi saat itu kami masih berkilah “wes ra papa, saiki ra entuk sunset sing penting sesuk esih isa ndelok sunrise”, sehingga setelah tiba di parangtritis pukul 21.00 kami memutuskan untuk menginap dan meneruskan perjalanan esok paginya guna melihat sunrise. Namun pada kenyataannya setelah dihajar tanjakan yang tidak pantas untuk digenjot, raja siang malah bersembunyi dibalik punggung bukit-bukit parangtritis. Namun kegagalan tersebut tidak semata-mata menjadikan kami bagaikan LEBAI MALANG yang tak memperoleh apapun. Semua rasa lelah, badan panas tak karuan, dan jantung mau meledak sebagai akibat dari tanjakan 90 derajat dan juga kurang tidur karena malamnya 5 orang dari kami begadang sampai subuh menikmati indahnya pantai sambil “bercerita”.. ahahaahah.,…LUNAS TERBAYAR oleh kepuasan batin yang kami peroleh.

Jadi, begitulah ceritanya “SUNSET TAK SEMPAT, SUNRISE PUN TAK TERLIHAT”…..

KALI KUNING






Jumat malam, tim archi gowes (Jojox, Mukti, Dhoni, Eqi, dan Bro) bersepeda keliling kota sekedar untuk bersenang-senang, namun apa boleh dikata setelah beberapa jam bersepeda kami merasa sepedaan kali ini kurang memuaskan. Terdorong dari rasa kurang puas tersebut, kami sepakat untuk bersepeda menuju kalikuning hari minggunya….

Minggu pagi perjalanan dimulai dari kampus pukul 05.30 dengan rute jalan palagan – pakem – cangkringan – kalikuning. Udara pagi yang menusuk tulang tidak menciutkan tekad kami menuju kalikuning. Dalam perjalanan kami banyak berpapasan dengan para goweser yang menyapa kami dengan ramah sehingga membuat perjalanan kami semakin menyenangkan. Namun sayang, komandan kami (jojox-red) mendapat masalah teknis ban belakang sobek sehingga gagal melanjutkan perjalanan dan berpisah di pertigaan pakem. Setelah melewati pakem, medan yang ditempuh semakin berat dengan tanjakan yang tidak ada hentinya dan ada beberapa masalah dengan sepeda membuat rasa putus asa semakin tumbuh dan berkembang. Namun hal tersebut dapat kami atasi dengan saling memotivasi “WAH, MENGKO NEK MUNTIR MUNG DIECE JOJOX” kata2 tersebutlah yang menjadi cambuk bagi kami. Akhirnya pukul 10.00 kami tiba di jembatan kalikuning dan saat itu pula rasa lelah yang sangat hilang dalam sekejap dikalahkan oleh pemandaangan hutan dan sungai yang begitu indah. PUAS adalah kata yang pas untuk menggambarkan perasaan kami saat itu. Saat menyeberangi kalikuning kami kebetulan bertemu dengan dua orang teman (riska & yayah) yang kebetulan sedang ada kegiatan didaerah tersebut. Sambil menikmati sepiring indomie goreng paling enak sedunia, kami mulai berangan-angan tentang hobi baru kami “BERSEPEDA”. Setelah puas menikmati pemandangan alamnya, kami mulai perjalan pulang yang hanya memerlukan waktu sekitar 1 jam.

Begitulah awal “hubungan” kami dengan sepeda.

Kamis, 23 Juli 2009

SUROLOYO. 12-13 JULI 2009

SUROLOYO 12 Juli 2009 16.00 - 01.00 : "Kiblat Panjering Bumi"
Peserta: Eqi, Tantyo, Gigih, Si Bro, Kocu, Dhoni (sang jendral mana?)

Brangkat pukul 16.00, seperti biasa berangkat dari kampus. Yang tidak biasa hanya kali ini tidak ditemani Jojox "sang jendral" Sukarjo. Dengan perasaan was-was tidak ditemani sang jenderal, Archigowes mulai mengayuh sepeda menelusuri selokan Mataram terus ke Timur. Biasa ajah, ga ada kejadian apa-apa, lancar. Sampai Ancol, pingin minum dawet tapi dah tutup, gowes dilanjutin.

Lepas dari Ancol langsung menuju pertigaan arah ke Suroloyo. Belum2 sudah dihajar tanjakan panjang, satu orang TTB. Di pertigaan ngecharge energi pake mie ayam (18.00) sambil hahahihi sekitar 1 jam. Pukul 19.00 mulai bergumul dengan tanjakan, target: plang suroloyo, plang 5.5 km, plang 1.6km.

Start - plang suroloyo:
Yaiks, baru awal aja langsung dihajar tanjakan panjang, sebagian TTB. Tapi lumayan, cuman bagian awalnya thok yang ngagetin. Tanjakan berikutnya dapat dilewati dengan usaha lumayan. Sampe plang suroloyo pukul 20.00, optimis bisa sampe puncak sebelum jam 24.00

Plang 10km - plang 5.5km:
Mulai kerasa dingin, mulai kerasa nonjoknya. TTB mulai berpartisipasi lebih aktif. Tanjakan tidak manusiawi bermunculan, mung marai ngakak. Biasane weruh tanjakan misuh2 saiki mung isa ngakak, brati tanjakane nyebahi. Plang 5.5km terlampaui, optimis.

Plang 5.5km - plang 1.6km:
Efek tiadanya "sang jendral" = frustasi. Isine mung diadhang asu ning tengah ndalan gara2 predatore ra melu. Munggahe saya nyebahi. Wis isine asu kakean njegog, tanjakane ya asu-asunan, adem sisan, marai frustasi. Kakean nuntun, mbuh sing ngepit sing bosok, apa dalane sing ra mutu.
Selepas insiden anjing, Archigowes baru sadar sudah berada di lokasi yang tinggi untuk melihat indahnya lampu-lampu kota Magelang. Bahasa Jawanya: "cucuk karo kesele". Badan kerasa anget dikit. Rasa optimis menjalar kembali.

Plang 1.6km - puncak Suroloyo:
Enteng. Banyak turunan, ada tanjakan tapi bisa tercover turunan.

Sampe puncak pukul 01.00 langsung bikin dome, makan indomie mentah, ngopi, tidur, persiapan liat sunrise. Jangan dibayangin dinginnya, angin malam kering dingin, apalagi mulai masuk musim kemarau.

Sunrise: bangun pukul 05.00, cari kamar mandi buat kebutuhan biologis. Pukul 06.00 mulai naik tangga ke puncak setelah nitipin sepeda sama Bapak2 yang jaga (tengkyu yo pak). Sampe di atas? Jangan tanya, cuman Tuhan yang bisa bikin karya indah kayak gitu... (praise the Lord!!!)

Overall: Berangkat sore jam 16.00 sampe puncak jam 01.00, pake istirahat resmi 1 jam plus istirahat berkali-kali pas tanjakan. Tanjakannya banyak yang tidak manusiawi (curam + panjang). Belum lagi dicegat anjing di tengah jalan. Fisik dan batin terguras habis. Kapok? Jangan harap... Hmmmmmmm,,, ngangeni...