Senin, 10 Agustus 2009
MENDUT “Perjalanan Spiritual : Masjid, Sendang Sono, Candi Mendut”
Bertepatan dengan hari raya waisak, kali ini tim archi gowes mengayuh sepeda dengan tujuan candi mendut dan Borobudur (tempat dilaksanakannya acara waisak).
18.00 setelah mendukung tim futsal putri archi kami memulai genjotan pertama dari kampus. Eki, Dhoni, Enje, Kocu, Bro, Jojox, Mukti, Babay dan satu orang yang tidak boleh disebutkan namanya mulai menyisir selokan mataram, menembus kegelapan malam, dan juga menerjang hujan gerimis. Saat menyisir selokan mataram terjadi insiden 2 orang jatuh tersungkur sehingga kami memutuskan untuk istirahat sebentar dan beribadah di sebuah masjid daerah Sayegan. Pucuk dicinta ulam pun tiba, sehabis beristirahat kami “diampirke” oleh warga sekitar yang ternyata adalah orang tua dari Rama teman satu kampus kami, Teman orang tua nak Bram, Kakak Tetangga nak Wisnu. Setelah berbincang cukup lama sambil disuguhi secangkir kopi panas komplit dengan makanan, kami berpamitan melanjutkan perjalanan menuju sendang sono. Baru nggenjot “sakplinthengan” kami bertemu dengan rombongan Pak Djo sekitar 20an orang yang juga bertujuan ke Sendang Sono. Dari sini perjalanan semakin meriah saja sehingga tanpa terasa kami telah sampai ditujuan. Kami tidur beralaskan bumi dan beratap langit dan berselimut sarung. Mbeeeerrrrrr adalah perasaan kami saat itu. Esoknya setelah membersihkan diri, kami melanjutkan perjalanan menuju Candi Mendut dan Borobodur dan bertemu dengan beberapa teman kami yang sedang hunting foto dalam acara waisak tersebut. 14.00 kami memutuskan untuk pulang agar tidak terlalu malam tiba di kampus. Di perjalanan pulang, si Bro jatuh ke dalam sawah saat sedang beraksi menaklukan medan offroad selokan tak pelak hal tersebut mengundang gelak tawa tim archi gowes lainnya. Berharap mendapatkan bantuan “logistik”, kami mampir lagi di rumah Rama. Harapan kami ternyata berbuah juga, sepiring magelangan dan segelas teh anget masuk ke dalam perut kami. Setelah tenaga kami pulih, kami berpamitan pulang dan tak lupa mengucapkan terima kasih kepada Rama sekeluarga. 20.00 kami akhirnya tiba di kampus tercinta….
Begitulah kisah perjalanan spiritual kami….
PARANGTRITIS “Sunset Tak Sempat, Sunrise pun Tak Terlihat”
Gagal yang menyenangkan adalah ungkapan yang tepat menggambarkan perjalanan kami ke parangtritis. Apa boleh buat, SUNSET TAK SEMPAT,
17.00 tim archi gowes (Jojox, Kocu, Babay, Mukti, Dhoni, Eqi, Gigih, Bro, dan satu orang yang tidak boleh disebutkan namanya) mulai start dari kampus, terlambat 2 jam dari rencana awal pukul 15.00. Inilah yang membuat kami gagal melihat sunset di parangtritis, tapi saat itu kami masih berkilah “wes ra papa, saiki ra entuk sunset sing penting sesuk esih isa ndelok sunrise”, sehingga setelah tiba di parangtritis pukul 21.00 kami memutuskan untuk menginap dan meneruskan perjalanan esok paginya guna melihat sunrise. Namun pada kenyataannya setelah dihajar tanjakan yang tidak pantas untuk digenjot, raja siang malah bersembunyi dibalik punggung bukit-bukit parangtritis. Namun kegagalan tersebut tidak semata-mata menjadikan kami bagaikan LEBAI MALANG yang tak memperoleh apapun. Semua rasa lelah, badan panas tak karuan, dan jantung mau meledak sebagai akibat dari tanjakan 90 derajat dan juga kurang tidur karena malamnya 5 orang dari kami begadang sampai subuh menikmati indahnya pantai sambil “bercerita”.. ahahaahah.,…LUNAS TERBAYAR oleh kepuasan batin yang kami peroleh.
Jadi, begitulah ceritanya “SUNSET TAK SEMPAT,
KALI KUNING
Jumat malam, tim archi gowes (Jojox, Mukti, Dhoni, Eqi, dan Bro) bersepeda keliling
Minggu pagi perjalanan dimulai dari kampus pukul 05.30 dengan rute jalan palagan – pakem – cangkringan – kalikuning. Udara pagi yang menusuk tulang tidak menciutkan tekad kami menuju kalikuning. Dalam perjalanan kami banyak berpapasan dengan para goweser yang menyapa kami dengan ramah sehingga membuat perjalanan kami semakin menyenangkan. Namun sayang, komandan kami (jojox-red) mendapat masalah teknis ban belakang sobek sehingga gagal melanjutkan perjalanan dan berpisah di pertigaan pakem. Setelah melewati pakem,
Begitulah awal “hubungan” kami dengan sepeda.